Nazaruddin akan sama saja dengan Susno


Kasus Nazaruddin sangat menyita perhatian publik negeri. Apalagi setelah pelariannya ( dilarikan ) selama 3 ( tiga ) bulan akhirnya dia telah dijemput oleh team pencari untuk kembali ke Indonesia.

Awal berita sebelumnya bahwa si Nazaruddin setibanya di tanah air akan ditahan di KPK. Tetapi hal ini tidak terjadi adanya. Alasan yang ada karena tidak ada ruangan untuk tahanan di gedung KPK.

Mengapa hal ini disampaikan setelah kedatangan yang bersangkutan ….?

Hanya karena hal inilah maka secara naif saya katakan bahwa kasus si Nazaruddin akan terjadi sebagaimana kasus Susnoduadji. Dimana sebelum ditangkap , saat itu si Susno hampir selalu diberitakan di media massa tentang pernyataan kontroversialnya, tetapi setelah berada di tahanan bagai ditelan bumi.

Saya yakin sekali kasus ini akan senyap dan kalaupun disidangkan maka pernyataan-pernyataan kontroversialnya akan tak muncul lagi. Dan bahkan kasusnyapun akan diulur-ulur sampai publik negeri bosan akan beritanya.

Bahkan yang ada nantinya si Nazaruddin sendiri yang akan memperoleh vonis hukumannya, sedangkan nama-nama yang dia sebut akan tetap berlenggang sebagaimana sebelum si Nazaruddin bernyanyi.

Wallahualam…

———————————
TEMPO Interaktif, Jakarta – Mengapa akhirnya Komisi Pemberantasan Korupsi menitipkan Muhammad Nazaruddin di Rumah Tahanan Markas Komando Brigadir Mobil Kelapa Dua Depok? ” Karena kami tak punya rumah tahanan sendiri” kata Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Johan Budi SP kepada wartawan, Sabtu 13 Agustus 2011. ” Kami pernah mengusulkan, tapi ditolak”

Johan mengatakan, penolakan yang dimaksud adalah dari Dewan Perwakilan Rakyat. Dewan menolak pengadaan dan pengucuran dana bagi rumah tahanan Komisi. Karenanya, untuk Nazaruddin akhirnya dititipkan ke Rutan Kelapa Dua Depok.

Tak hanya di Depok, Komisi acap pula menitipkan tahanannya di Polda Metro Jaya, Rumah Tahanan Salemba dan Rumah Tahanan Cipinang.

Khusus untuk Nazaruddin, pemilihan Kelapa Dua, Johan menguraikan, salah satunya karena faktor pengamanan. Rumah Tahanan yang berada dibawah Brigadir Mobil ini memang memiliki pengamanan superketat ketimbang tiga penjara lainnya.

Untuk masuk Rumah Tahanan saja, izinnya sudah dari pintu gerbang. Jarak pintu gerbang ke rumah tahanan juga cukup jauh dan harus melalui sejumlah pos pemeriksaan.

Ketatnya penjagaan di Kelapa Dua Depok, ternyata tak membuat tahanan terkungkung di dalamnya. Tercatat nama Gayus Tambunan, Susno Duadji dan Williardi Wizard, penghuni Rumah Tahanan, tapi diketahui bisa keluar.

Maka penempatan Nazaruddin di Kelapa Dua, mendapat kritikan dari Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S. Pane. Neta menuturkan pengawasan di Kelapa Dua jauh dari jangkauan masyarakat dan pers. Sehingga jika terjadi pelanggaran, sulit dideteksi.

Peneliti Hukum Indonesia Corruption Watch Donal Fariz sepakat dengan Neta, bahwa banyak catatan negatif di Kelapa Dua Depok. Maka momentum, Nazaruddin sebaiknya jadi pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat untuk memberi anggaran rumah tahanan bagi KPK. “Ini harus jadi perhatian, rumah tahanan sangat penting untuk kasus-kasus besar,” ujar dia dalam kesempatan terpisah.

DIANING SARI

SATU LAGI JERITAN ANAK BANGSA DI PERBATASAN NEGERI


Mengapa selalu saja kita mengabaikan kemajuan di daerah perbatasan…? Kita harusnya selalu ingat kasus pulau Sipadan dan Ligitan yang diambil oleh negara tetangga.

Kasus marahnya anak bangsa saat Malaysia melakukan manuver di Ambalat…?

Kedua lokasi ini adalah daerah perbatasan.

Yang sekarang bergulir lagi marahnya sang Kades di daerah perbatasan yang juga berbatasan dengan negara Malaysia, beliau bertekat akan mengibarkan bendera Malaysia dan bukannya sang Saka saat peringatan hari kemerdekaan kelak.

Akankah solusi masalah – masalah ini hanya seperti hembusan angin sejuk sesaat saja …?

Berikut adalah beritanya :

TRIBUNNEWS.COM, SINTANG – Ancaman untuk mengibarkan bendera Malaysia pada perayaan HUT Kemerdekaan RI 17 Agustus, sebagaimana disampaikan Yusak, Kepala Desa Mungguk Gelombang, Kecamatan Ketungau Tengah, Kabupaten Sintang, bukan tanpa dasar.
Wartawan Tribun yang melakukan kunjungan langsung ke Desa Mungguk Gelombang, Jumat (5/8), menemukan, kondisi desa yang berpenduduk 1.286 jiwa (344 KK), dengan mata pencarian utama menoreh karet dan bertani lada, memang memprihatinkan.
Insfrastruktur buruk, sarana pendidikan memprihatinkan, fasilitas kesehatan pun tak memadai. Penerangan pun jauh dari harapan.
Tingkat pendidikan di daerah ini terbilang sangat rendah. Dari seluruh penduduk, hanya belasan yang lulus SMA, 20 persen lulus SMP, 50 persen lulus SD, dan sisanya putus sekolah dan tidak pernah sekolah.
Sekretaris Desa Mungguk Glombang, Wahyudi, mengatakan, di desanya hanya ada satu sekolah, yakni SDN 30 Mungguk Gelombang. Dua sekolah lainnya merupakan sekolah kelas jauh (cabang SDN 30).
“Di desa kita ini semuanya masih serba kekurangan, mulai dari jalan, pendidikan, kesehatan, dan penerangan. Yang paling mendesak itu adalah jalan, karena kondisinya sangat buruk,” katanya.
Wahyudi mengatakan, dia dan sang Kepala Desa, Yusak, sudah sering kali mengajukan bantuan kepada pemerintah daerah, namun sampai saat ini tak kunjung ada jawaban.
Jalan yang dilalui masyarakat selama ini adalah jalan yang pernah dibuat perusahaan. “Kalau dari pemerintah belum ada sama sekali, paling cuma janji-janji saja, sedangkan jalannya semakin lama semakin rusak,” katanya.
Sebagaimana berita Tribun sebelumnya, stasiun MetroTV beberapa hari lalu menayangkan pernyataan Yusak yang mengancam akan mengibarkan bendera Malaysia di desanya. Warga juga akan eksodus ke Malaysia.
Tayangan itu mendapat respon luar biasa dari pemerintah di Jakarta. Kementerian Dalam Negeri, bahkan Mabes Polri dan Mabes TNI, memerintahkan pengecekan ke lapangan. Bupati Sintang, Milton Crosby, pun menggelar rapat mendadak membahas pernyataan Yusak itu.
Kubangan 1 Meter
Infratsruktur jalan memang menjadi satu di antara kebutuhan mendesak Desa Mungguk Gelombang ini. Untuk mencapainya, dengan titik total ibu kota Sintang, perlu perjuangan ekstra.
Pantauan Tribun di lapangan, jalan yang dilalui tersebut banyak terdapat kubangan air, dengan kedalaman mencapai 1 meter.
Jika musim kemarau perjalanan dapat ditempuh dengan waktu 3-4 jam, sedangkan jika musim hujan bisa sampai 1 hari, bahkan terkadang harus menginap di perjalanan.
Sepanjang perjalanan tersebut, setidaknya ada 5 jembatan yang nyaris ambruk, sehingga tidak bisa lagi dilalui kendaraan roda empat. Agar bisa menyeberang kendaraan, roda empat terpaksa harus melewati sungai.
Akibat buruknya insfrastruktur, harga kebutuhan pokok di daerah itupun sangat tinggi. Harga BBM baik jenis bensin dan solar, mencapai Rp 13 ribu per liter.
Sedangkan beras untuk kualitas yang paling buruk mencapai Rp 120 ribu per 15 kg.
“Kalau musim hujan terus menerus, bisa-bisa masyarakat di desa ini kelaparan, sebab jika musim hujan perjalanan untuk ke kecamatan mencapai satu hari, bahkan terkadang kami nginap,” kata Wahyudi.
Sulitnya mendapatkan BBM ini juga berakibat pada minimnya penerangan. Warga hanya menyalakan genset pada malam hari, mulai pukul 16.00 sampai dengan pukul 22.00 WIB. Namun, jika krisis bensin, warga terpaksa hanya mengandalkan lampu pelita.
Persoalan lain yang menjadi permasalahan di desa ini adalah sulitnya mendapatkan pupuk. Jika pun ada, warga harus membayarnya dengan harga yang cukup mahal, yakni Rp 400 ribu per karung.
“Kalau di kota Sintang pupuk hanya Rp 160 ribu, namun di sini mencapai Rp 400 ribu. Karena kita butuh, terpaksa kita pun membelinya,” kata Guna (50), warga setempat.
Pupuk tersebut dipergunakan warga untuk memupuk tanaman lada mereka yang ada di pegunungan. Harga pupuk yang mencapai Rp 400 ribu per karung dirasa tidak sebanding dengan harga lada yang hanya Rp 60 ribu per kilo.
Cinta NKRI
Berbagai permasalahan itulah yang akhirnya membuat Kepala Desa Mungguk Gelombang, Yusak, mengeluarkan ancaman akan eksodus ke Malaysia dan mengibarkan bendera Malaysia di daerah asalnya, jika pemerintah tidak segera melakukan pembangunan.
“Kalau dari hati yang paling dalam, sebenarnya tidak ada sama sekali niat kami akan melakukan eksodus ataupun mengibarkan bendera Malaysia,” kata Yusak yang ditemui Tribun di Kecamatan Merakai Kamis (4/8/2011).
“Pernyataan tersebut hanya sebagai bentuk kekecewaan kami karena tidak mendapat perhatian dari pemerintah,” ujarnya.
Selain dari itu, lanjut Yusak, pernyataan tersebut di luar kendalinya. “Pada waktu itu, di desa kami sedang ada Gawai Dayak. Ya, mungkin saya menjadi lepas kendali,” ujarnya.
Nyungan, tokoh masyarakat Desa Mungguk Gelombang, yang dihubungi terpisah, meyakinkan, kendati pun masyarakat di desanya hidup serba kesulitan, mereka tetap mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan tak akan berbelot sedikitpun ke negara tetangga, apalagi sampai mengibarkan bendera Malaysia.
“Meskipun kita serba kekurangan kita tidak akan kehilangan nasionalisme. Jangankan mengibarkan bendera Malaysia, menyimpanpun kami tidak,” katanya.
Nyungan mengatakan, bukti kecintaan mereka terhadap NKRI tidak perlu diragukan. Jika diminta menyanyikan lagu kebangsaan, mereka bisa. “Buat apa, gara-gara kesulitan, kami menggadaikan nasionalisme. Kami tetap cinta Indonesia,” katanya.
Dari desa Mungguk Gelombang ke perbatasan Malaysia jaraknya kurang lebih 12 km, dengan waktu tempuh sekitar 1 hari dengan cara berjalan kaki naik-turun gunung.
Di desa ini, siaran radio Malaysia memang mendominasi, khususnya siaran dayak Iban.
“Kalau siaran radio Indonesia, tidak bagus, kalau Iban bagus. Sedangkan untuk TV, kalau pakai antena biasa dapat siaran Malaysia. Kalau pakai parabola, siarannya tetap TV Indonesia,” bebernya.

Nazaruddin sudah tertangkap …? Akankah dia bernyanyi sekencang di luar Negeri ..?


Dengan tertangkapnya si Nazarauddin, apakah benar dia nantinya akan berani menyampaikan apa yang pernah disampaikan dalam teleconference  bersama media massa beberapa periode yang lalu.

Masyarakat tentunya sangat berharap si Nazaruddin berani mengungkapkan apa adanya hal yang pernah terjadi mengenai kebobrokan penyelenggara negeri maupun wakil negeri …?

Masyarakat akan sangat terpengaruh dengan si Gayus  dan si petinggi POLRI – Susno yang pernah berkoar tentang keterlibatan sejumlah petinggi negeri, tetapi fakta yang ada tidak terjadi sebagaimana yang disampaikan sebelumnya.

Untuk si Nazaruddin, sebagai pribadi pesimis akan terjadi hal yang seperti yang diharapkan masyarakat banyak tentang hal yang diributkan akan disampaikan sebagaimana sebelumnya.

Pudar …

Pudar kepercayaan masyarakat negeri akan kejujuran pengungkapan kasus – kasus korupsi di negeri ini.

Kita ingat kasus besar Century…..tak ada tokoh negeri yang diselidiki, malahan si SRI bisa jadi wakil negeri di Bank Dunia, sesuatu yang Prestige katanya. Langka ada anak negeri menjadi pilihan Bank yang sangat dipandang ini.  Hal sebaliknya malah si SRI akan dicalonkan menjadi Presiden RI di tahun 2014 nanti .

Miris pada anak negeri yang katanya cinta negeri …?

Waktulah yang akan menjawab semua ini.

08 Agustus 2011

Budaya Malas ataukah Kurangnya Lapangan Pekerjaan …?


Fenomena berikut adakah gambaran kemalasan ataukah kurangnya lapangan kerja di negeri ini….?

 

TEMPO Interaktif, Jakarta -Satuan Polisi Pamong Praja DKI Jakarta bekerjasama dengan Dinas Sosial akan menginterogasi pengemis yang membawa anak. “Jika ternyata ada unsur trafficking, kami serahkan ke polisi,” kata Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Effendi Anas, Sabtu, 6 Agustus 2011.

Effendi mengungkapkan bahwa kebanyakan pengemis yang membawa anak, meminjamnya dari orang lain atau keluarga. “Orientasinya uang.” Anak-anak itu disewa seharga Rp 30-35ribu per hari.

Kapolda Metro Jaya, kata Effendi, sudah setuju untuk menindak. Mereka yang tertangkap meminjam anak akan dijerat dengan UU Perlindungan Anak nomor 23 Tahun 2002. Ancamannya, 10 tahun penjara dan denda Rp 200 juta.

Menurut Effendi, jumlah pengemis yang membawa anak semakin berkurang. Meski begitu, pihaknya akan terus memantau. Razia dilakukan Satpol PP sejak 22 Juli hingga H-1 Ramadhan. Hal ini dilakukan karena menjelang lebaran, PMKS dari luar daerah seperti dari Jawa Barat dan Jawa Tengah, kerap menyerbu Jakarta. “Sampai 15 Agustus, kami masih gunakan cara persuasif, beri peringatan, comot, keluarin lagi. Setelah itu, langsung dibawa ke panti, dikeluarkan setelah lebaran.”

MARTHA THERTINA

Siapa Pemimpin Kita 2014 Mendatang..?


Tulisan ini dibuat untuk Menanggapi tulisan dibawah tentang Koalisi Nasionalis Religius yang agak skeptis menanggapi apa yang disampaikan oleh Mubarock. Benar adanya bahwa Demokrat sudah kekurangan Stock untuk tahun 2014 mendatang, tetapi yang digagas untuk kepemimpinan mendatang perlu dicermati dengan baik dan jujur.

Pemimpin tetap diperlukan adanya. Medianya juga harus ada. Bisa melalui Partai atau apapun namanya , asal sesuai dengan konstitusi yang sudah disepakati oleh anak negeri ini.

Bagaimana jadinya bila negeri ini tidak memiliki Pemimpin.

Problemanya adalah bagaimana mencari sosok Pemimpin yang diharapkan oleh negeri ini. Negeri dengan perbedaan yang jauh antara ujung yang satu dengan ujung yang lain ( Kesejahteraan – Pengetahuan ). Perbedaannya begitu tinggi, ibarat Jawa dengan Papua. BERAGAM…. Lihat Selengkapnya

Kita boleh skeptis, tetapi sebenarnya kita semua pasti masih ingin ada yang memimpin negeri ini.

Yang beda adalah keinginan dari masyarakat kita yang sangat jomplang.

Ada yang ingin , yang penting AMAN saja , Yang Penting Bisnisku masih lancar……………..dst, banyak sekali.

Bagi saya, kita lebih sering bermimpi mencari sosok Pemimpin seperti yang diinginkan dari diri masing-masing, dan bukannya Pemimpin yang mayoritas diperlukan bagi kemajuan Negeri ini.

Untuk membangun Pemimpin yang dibutuhkan oleh mayoritas negeri ini, maka Mau Tidak Mau komunitas yang seperti diisukan di atas jadi penting adanya.

Masalah Amanah atau Tidak itu adalah Masalah Lain.

Salam dari Borneo.

Koalisi Nasionalis Religius

Andai tidak ada batasan masa jabatan Presiden hanya dua kali berturut-turut, boleh jadi Sby masih memiliki peluang yang cukup besar untuk menjadi Presiden RI periode 2014-2019, dibanding pesaing nya yang setelah Pilpres 2009 lalu selesai terkesan sedang pada “mati suri”. Kalau pun harus tampil di depan publik, mereka hanyalah sekedar “basa-basi” politik atau mengikuti arus putar program partai politik nya semata. Padahal yang kita tunggu adalah tampil nya sebuah “terobosan” yang mampu memberi daya ungkit dan solusi cerdas atas masalah yang selama ini sedang menghimpit bangsa. Kita tentu akan bangga jika mantan kandidat Presiden 2009 berlomba mencari kebaikan dalam memberi bukti kepada rakyat bahwa untuk memberi solusi terhadap problematika bangsa, tidak lah harus dikaitkan dengan jabatan. Tidak menjadi Presiden pun mesti nya mereka mampu bersikap, bertindak dan berwawasan yang lebih baik. Bahkan rakyat akan sangat bangga, jika para kandidat Presiden 2009 ini mampu “berkiprah” lebih baik dibandingkan dengan Presiden itu sendiri. Sayang, harapan yang demikian, rupa nya masih belum dapat diwujudkan. Kesan bahwa pemimpin itu harus melekat dalam jabatan, kelihatan nya masih belum mampu kita rubah. Pemimpin adalah orang yang memiliki kekuasaan formal. Pemimpin adalah orang yang di diri nya melekat berbagai emblim kehidupan. Seorang Presiden misal nya, kalau sedang bertugas harus berkendaraan dinas dengan plat nomor RI 1 dan dikawal dengan Paspampres yang cukup lengkap. Bunyi sirine pun tak mau ketinggalan. Terkadang pula membuat jalanan menjadi macet !

Presiden adalah jabatan yang cukup terhormat dan bergengsi. Sebagai Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan, Presiden diberi mandat secara penuh oleh rakyat, guna “menahkodai” negara dan bangsa menuju harapan yang ingin digapai nya. Presiden harus mampu mewujudkan tujuan negara sebagaimana yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea yang ke 4. Presiden juga merupakan simbol seorang pemimpin yang mampu menjalankan roda kepemimpinan nya secara sidik, amanah, tablig dan fatonah. Dan yang lebih penting lagi untuk dijadikan bahan perenungan kita bersama, ternyata seorang pemimpin itu haruslah mampu berbuat SATU antara TUTUR KATA DAN PERBUATAN. Pemimpin tidak boleh “klamar-klemer”. Jangan cengengesan jika menemukan tantangan. Tidak baik untuk terus-menerus minta dikasihani. Kurang pas jika sering marah-marah atau memasang muka angker jika sedang memimpin rapat. Dan yang cukup baik untuk diingatkan, ternyata pemipin itu tidak akan pernah lestari. Ada batas waktu. Ada proses pemilihan. Dan ada etika dan tata krama nya. Itulah sebab nya, banyak kalangan yang berpandangan bahwa menjadi pemimpin haruslah selalu siap dengan dua pilihan : pertama adalah rahmat kehidupan jika kepemimpinan nya mampu melahirkan keberkahan kehidupan bagi warga bangsa, dan kedua adalah tragedi kehidupan kalau kepemimpinan nya malah menimbulkan kesengsaraan hidup yang berkepanjangan.

Mengacu pada silogisme berpikir yang demikian, maka menjadi cukup jelas bahwa tidaklah gampang untuk menjadi Presiden yang sesuai dengan harapan rakyat dan kebutuhan masyarakatnya. Termasuk juga di dalam nya pertanyaan tentang siapa yang layak dan pantas untuk menjadi Presiden RI 2014-2019 ? Persoalan ini tampak menjadi semakin menarik untuk dicermati setelah dalam beberapa pekan terakhir ramai menggelinding isu pembentukan koalisi nasional religius (PD, PDIP dan PG). Terlepas dari apa yang menjadi “nyawa politik” nya, kelahiran koalisi nasional religius, boleh saja kita sebut sebagai reaksi politik atas di deklarasikan nya Nasional Demokrat (Nasdem) yang kelihatan nya ingin memberi warna baru dan pencerahan politik bagi bangsa. Ironis nya, kalau benar seperti yang dikatakan Ahmad Mubarok Wakil Ketua Umum PD bahwa pembentukan ini dimaksudkan untuk mempersiapkan pemimpin bangsa untuk periode 2014-2019, mengingat “regenerasi” yang tersumbat; bisa saja isu ini menjadi cukup menarik untuk dicermati lebih lanjut.

Seorang sahabat Fb Suara Rakyat, malah nyeletuk, mana yang lebih penting “menyiapkan pemimpin” atau “membangun negeri” ? Jawaban ideal atas pertanyaan itu ya ke dua-dua nya. Hanya kalau kita mau bermain dengan skala prioritas, tugas dan fungsi utama Partai Politik adalah melaksanakan pendidikan politik bagi rakyat, sehingga rakyat dapat memahami apa itu politik, bagaimana cara berpolitik dan sampai sejauh mana politik itu mampu bersandingan dengan etika dan tata krama kehidupan ? Lebih dalam dari itu, penting juga dihayati agar kesan rakyat yang seolah-olah menuding para politisi sedang dihinggapi “authism political syndrome”, tentu perlu dijawab dengan pembuktian. Berilah rakyat bukti, bukan wacana. Tunjukkan sikap kepedulian yang mendalam terhadap derita kehidupan rakyat, ketimbang hanya asyik mengutak-atik hal-hal yang membangun kepuasan pribadi atau partai politik nya semata. Disini, tentu sangat dibutuhkan sebuah kehidupan politik yang bermartabat. Politik jangan hanya dipersepsikan sebagai alat untuk merebut kekuasaan, namun politik harus juga diterjemahkan sebagai “siasat” untuk membangun kemakmuran rakyat. Artinya, kekuasaan dan kemakmuran akan dapat berjalan seia-sekata, sekira nya para pemimpin dan rakyat memiliki “kata hati” yang sama dan mempunyai semangat yang sama pula untuk membangun negeri tercinta.

Kira-kira begitu lah kondisi nya. Koalisi Nasional Religius, boleh-boleh saja digagas dan diwujudkan. Walau bukan sekedar “ikut-ikutan” karena beberapa bulan lalu di negeri ini telah dideklarasikan Forum Nasional Demokrat (NASDEM), tentu nya kehadiran atau keberadaan “Koalisi Nasional Religius”, tidak sekedar latah, tapi ada sebuah cita-cita luhur yang ingin digapai nya. Hanya, rakyat pasti akan kecewa jika Koalisi Nasional Religius atau apa pun nama nya, ternyata hanya duduk manis di parlemen dan di markas partai politik nya, sambil mencari jago untuk kepemimpinan 2014-2019 saja. Padahal di luar gedung parlemen menumpuk segudang soal yang harus dicarikan solusi cerdas nya. Kita tidak perlu apriori atas muncul nya gagasan yang demikian.

Tapi kita wajib mengingatkan bahwa ketimbang cuma menyiapkan atau ngurusin calon pemimpin, boleh jadi akan lebih punya nilai jika kita pun mampu membangun negeri dan dalam kurun waktu yang sesegera mungkin kita tawarkan solusi-solusi cerdas dan sistemik. Arah pikir inilah yang penting kita renungkan lebih dalam lagi.

Selamat berhari Minggu…

Salam,
Note : Tulisan dari Suara Rakyat