Tulisan ini dibuat untuk Menanggapi tulisan dibawah tentang Koalisi Nasionalis Religius yang agak skeptis menanggapi apa yang disampaikan oleh Mubarock. Benar adanya bahwa Demokrat sudah kekurangan Stock untuk tahun 2014 mendatang, tetapi yang digagas untuk kepemimpinan mendatang perlu dicermati dengan baik dan jujur.
Pemimpin tetap diperlukan adanya. Medianya juga harus ada. Bisa melalui Partai atau apapun namanya , asal sesuai dengan konstitusi yang sudah disepakati oleh anak negeri ini.
Bagaimana jadinya bila negeri ini tidak memiliki Pemimpin.
Problemanya adalah bagaimana mencari sosok Pemimpin yang diharapkan oleh negeri ini. Negeri dengan perbedaan yang jauh antara ujung yang satu dengan ujung yang lain ( Kesejahteraan – Pengetahuan ). Perbedaannya begitu tinggi, ibarat Jawa dengan Papua. BERAGAM…. Lihat Selengkapnya
Kita boleh skeptis, tetapi sebenarnya kita semua pasti masih ingin ada yang memimpin negeri ini.
Yang beda adalah keinginan dari masyarakat kita yang sangat jomplang.
Ada yang ingin , yang penting AMAN saja , Yang Penting Bisnisku masih lancar……………..dst, banyak sekali.
Bagi saya, kita lebih sering bermimpi mencari sosok Pemimpin seperti yang diinginkan dari diri masing-masing, dan bukannya Pemimpin yang mayoritas diperlukan bagi kemajuan Negeri ini.
Untuk membangun Pemimpin yang dibutuhkan oleh mayoritas negeri ini, maka Mau Tidak Mau komunitas yang seperti diisukan di atas jadi penting adanya.
Masalah Amanah atau Tidak itu adalah Masalah Lain.
Salam dari Borneo.
Koalisi Nasionalis Religius
Andai tidak ada batasan masa jabatan Presiden hanya dua kali berturut-turut, boleh jadi Sby masih memiliki peluang yang cukup besar untuk menjadi Presiden RI periode 2014-2019, dibanding pesaing nya yang setelah Pilpres 2009 lalu selesai terkesan sedang pada “mati suri”. Kalau pun harus tampil di depan publik, mereka hanyalah sekedar “basa-basi” politik atau mengikuti arus putar program partai politik nya semata. Padahal yang kita tunggu adalah tampil nya sebuah “terobosan” yang mampu memberi daya ungkit dan solusi cerdas atas masalah yang selama ini sedang menghimpit bangsa. Kita tentu akan bangga jika mantan kandidat Presiden 2009 berlomba mencari kebaikan dalam memberi bukti kepada rakyat bahwa untuk memberi solusi terhadap problematika bangsa, tidak lah harus dikaitkan dengan jabatan. Tidak menjadi Presiden pun mesti nya mereka mampu bersikap, bertindak dan berwawasan yang lebih baik. Bahkan rakyat akan sangat bangga, jika para kandidat Presiden 2009 ini mampu “berkiprah” lebih baik dibandingkan dengan Presiden itu sendiri. Sayang, harapan yang demikian, rupa nya masih belum dapat diwujudkan. Kesan bahwa pemimpin itu harus melekat dalam jabatan, kelihatan nya masih belum mampu kita rubah. Pemimpin adalah orang yang memiliki kekuasaan formal. Pemimpin adalah orang yang di diri nya melekat berbagai emblim kehidupan. Seorang Presiden misal nya, kalau sedang bertugas harus berkendaraan dinas dengan plat nomor RI 1 dan dikawal dengan Paspampres yang cukup lengkap. Bunyi sirine pun tak mau ketinggalan. Terkadang pula membuat jalanan menjadi macet !
Presiden adalah jabatan yang cukup terhormat dan bergengsi. Sebagai Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan, Presiden diberi mandat secara penuh oleh rakyat, guna “menahkodai” negara dan bangsa menuju harapan yang ingin digapai nya. Presiden harus mampu mewujudkan tujuan negara sebagaimana yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea yang ke 4. Presiden juga merupakan simbol seorang pemimpin yang mampu menjalankan roda kepemimpinan nya secara sidik, amanah, tablig dan fatonah. Dan yang lebih penting lagi untuk dijadikan bahan perenungan kita bersama, ternyata seorang pemimpin itu haruslah mampu berbuat SATU antara TUTUR KATA DAN PERBUATAN. Pemimpin tidak boleh “klamar-klemer”. Jangan cengengesan jika menemukan tantangan. Tidak baik untuk terus-menerus minta dikasihani. Kurang pas jika sering marah-marah atau memasang muka angker jika sedang memimpin rapat. Dan yang cukup baik untuk diingatkan, ternyata pemipin itu tidak akan pernah lestari. Ada batas waktu. Ada proses pemilihan. Dan ada etika dan tata krama nya. Itulah sebab nya, banyak kalangan yang berpandangan bahwa menjadi pemimpin haruslah selalu siap dengan dua pilihan : pertama adalah rahmat kehidupan jika kepemimpinan nya mampu melahirkan keberkahan kehidupan bagi warga bangsa, dan kedua adalah tragedi kehidupan kalau kepemimpinan nya malah menimbulkan kesengsaraan hidup yang berkepanjangan.
Mengacu pada silogisme berpikir yang demikian, maka menjadi cukup jelas bahwa tidaklah gampang untuk menjadi Presiden yang sesuai dengan harapan rakyat dan kebutuhan masyarakatnya. Termasuk juga di dalam nya pertanyaan tentang siapa yang layak dan pantas untuk menjadi Presiden RI 2014-2019 ? Persoalan ini tampak menjadi semakin menarik untuk dicermati setelah dalam beberapa pekan terakhir ramai menggelinding isu pembentukan koalisi nasional religius (PD, PDIP dan PG). Terlepas dari apa yang menjadi “nyawa politik” nya, kelahiran koalisi nasional religius, boleh saja kita sebut sebagai reaksi politik atas di deklarasikan nya Nasional Demokrat (Nasdem) yang kelihatan nya ingin memberi warna baru dan pencerahan politik bagi bangsa. Ironis nya, kalau benar seperti yang dikatakan Ahmad Mubarok Wakil Ketua Umum PD bahwa pembentukan ini dimaksudkan untuk mempersiapkan pemimpin bangsa untuk periode 2014-2019, mengingat “regenerasi” yang tersumbat; bisa saja isu ini menjadi cukup menarik untuk dicermati lebih lanjut.
Seorang sahabat Fb Suara Rakyat, malah nyeletuk, mana yang lebih penting “menyiapkan pemimpin” atau “membangun negeri” ? Jawaban ideal atas pertanyaan itu ya ke dua-dua nya. Hanya kalau kita mau bermain dengan skala prioritas, tugas dan fungsi utama Partai Politik adalah melaksanakan pendidikan politik bagi rakyat, sehingga rakyat dapat memahami apa itu politik, bagaimana cara berpolitik dan sampai sejauh mana politik itu mampu bersandingan dengan etika dan tata krama kehidupan ? Lebih dalam dari itu, penting juga dihayati agar kesan rakyat yang seolah-olah menuding para politisi sedang dihinggapi “authism political syndrome”, tentu perlu dijawab dengan pembuktian. Berilah rakyat bukti, bukan wacana. Tunjukkan sikap kepedulian yang mendalam terhadap derita kehidupan rakyat, ketimbang hanya asyik mengutak-atik hal-hal yang membangun kepuasan pribadi atau partai politik nya semata. Disini, tentu sangat dibutuhkan sebuah kehidupan politik yang bermartabat. Politik jangan hanya dipersepsikan sebagai alat untuk merebut kekuasaan, namun politik harus juga diterjemahkan sebagai “siasat” untuk membangun kemakmuran rakyat. Artinya, kekuasaan dan kemakmuran akan dapat berjalan seia-sekata, sekira nya para pemimpin dan rakyat memiliki “kata hati” yang sama dan mempunyai semangat yang sama pula untuk membangun negeri tercinta.
Kira-kira begitu lah kondisi nya. Koalisi Nasional Religius, boleh-boleh saja digagas dan diwujudkan. Walau bukan sekedar “ikut-ikutan” karena beberapa bulan lalu di negeri ini telah dideklarasikan Forum Nasional Demokrat (NASDEM), tentu nya kehadiran atau keberadaan “Koalisi Nasional Religius”, tidak sekedar latah, tapi ada sebuah cita-cita luhur yang ingin digapai nya. Hanya, rakyat pasti akan kecewa jika Koalisi Nasional Religius atau apa pun nama nya, ternyata hanya duduk manis di parlemen dan di markas partai politik nya, sambil mencari jago untuk kepemimpinan 2014-2019 saja. Padahal di luar gedung parlemen menumpuk segudang soal yang harus dicarikan solusi cerdas nya. Kita tidak perlu apriori atas muncul nya gagasan yang demikian.
Tapi kita wajib mengingatkan bahwa ketimbang cuma menyiapkan atau ngurusin calon pemimpin, boleh jadi akan lebih punya nilai jika kita pun mampu membangun negeri dan dalam kurun waktu yang sesegera mungkin kita tawarkan solusi-solusi cerdas dan sistemik. Arah pikir inilah yang penting kita renungkan lebih dalam lagi.
Selamat berhari Minggu…
Salam,
Note : Tulisan dari Suara Rakyat
6 Agustus 2011
Kategori: opini, Politik . Tag:Nasionalis, Religius . Penulis: arodam . Comments: Tinggalkan komentar