Setahun Sudah Engkau Meninggalkan Kami
Malam ini, sebagaimana yang biasa engkau ajarkan kepada kami, kami sedang berkumpul di rumahmu, makan malam bersama dengan ibu dan adik-adik. Kegiatan ini masih kami lakukan sampai dengan saat ini. Entah kalau ibu juga telah pergi bersamamu, masihkah kegiatan ini tetap berlangsung.
Tidak terasa, setahun sudah engkau meninggalkan kami.
Hari itu, saya pergi bertugas ke daerah Muara Karangan untuk melihat pabrik plywood. Paginya saya ingin berkunjung kepadamu, untuk pamit rencana perjalanan saya tersebut. Entah mengapa karena alasan takut ketinggalan mobil saya langsung menuju ke tempat dimana rencana mobil akan menjemput saya. Kemarin malam saya juga berencana untuk menjengukmu tetapi karena Ami pulang maka sayapun membatalkannya.
Padahal, biasanya kami selalu menjengukmu pada saat menderita sakit ini (didiagnosa oleh dokter menderita Kanker Pankreas ), entah mengapa langkahku selalu terhambat…?
Sesampai di Sangata ( kabupaten Kutim ), setelah selesai makan siang, saya menelepon Ami dan menanyakan kondisimu kepadanya. Ami bilang bahwa kondisimu masih seperti hari sebelumnya, terbaring dan masih belum makan sebagaimana sebelumnya.
Sampai di lokasi kunjungan, tidak ada signal lagi untuk telepon selulerku dan HP-ku kumatikan. Setelah kunjungan ke pabrik dan selesai shalat Magrib, kami bercengkerama dengan rekan-rekan kerja. Biasanya, malam sampai di lokasi kunjungan, saya selalu menelepon Ami dan anak-anak. Tetapi karena jaringan yang kami pakai harus mencari lokasi tertentu yang ada signalnya, maka aktifitas tersebut tidak saya lakukan, dan saya langsung tidur.
Pagi itu, setelah selesai Shalat Shubuh dan minum kopi, saat rona sinar matahari terlihat, saya membawa hand phone untu mencoba mencari signal. Tidak jauh dari tempat saya tinggal ada signal penuh tetapi untuk jaringal lainnya, walaupun begitu ada beberapa sms masuk ke HP saya. SMS pertama yang saya baca adalah dari Ami tetapi dari isinya sepertinya yang mengirim adalah si Lia. “ Pa, kai sudah dimandikan .” Berita ini saya kira berita tentang kesehatanMu yang sudah membaik.
SMS berikutnya dari Antin ( adikku ), yang mengatakan “ Innalillahi wa innailaihi rajiun “ semoga Bapak H. Thaha diampuni segala …….. Membaca SMS yang lain dari Anna, Poppy dan lainnya. Saat mau menelephone Ami, ada phone masuk dari Tono yang mengucapkan hal yang sama, dan dia menanyakan jam berapa engkau pergi, saya hanya bilang bahwa saya tidak tahu karena saat ini saya ada di luar Samarinda.
Saya hanya tercenung, tidak tahu mau berbuat apa…? Akhirnya saya phone Ami tetapi tidak diangkat, telephone Ibu dan yang mengangkat om Malik. Saya menanyakan tentang Engkau dan dikabarkan bahwa Engkau telah pergi kemarin saat Magrib. Setelah itu saya bicara dengan Ibu, dan mohon maaf karena saat engkau pergi saya berada di tempat lain yang tidak mungkin saat saya tiba di Samarinda sebelum waktu Dhuhur. Saya menganut kepercayaan bahwa sebaiknya engkau dikuburkan jangan sampai melewati tiga waktu shalat. Saya hanya mohon maaf kepada Ibu, tetapi Ibu sepertinya tegar menerima kepergianmu, “ Tidak apa-apa Sanjaya, Putra sudah mewakili kamu memandikan abah “.
Tidak ada air mata menetes dipipi saya, kondisi saya ibarat orang lilnglung. Alhamdulillah, mantan rekan kerja kami di Sumalindo bersedia mengantarkan saya ke pelabuhan terdekat.
Lama rasanya waktu bergulir, sekitar satu jam saya telah mencapai pelabuhan terdekat dan saya langsung ikut Speed Boat untuk menuju Sangkulirang. Dari Sangkulirang saya langsung mencari mobil tujuan Samarinda, sambil menunggu penumpang yang lain saya minum teh dan sarapan mie rebus.
Sampai di Sangata, sekitar jam 11.00 wita saya phone Ami dan yang mengangkat si Lia yang mengabarkan bahwa Engkau sudah diberangkatkan ke kuburan Muslimin. Lia cerita bahwa banyak yang ikut menjenguk dan mengantarmu ke kuburan. Lia bilang bahwa dia menjaga ibu karena banyak tamu yang masih datang untuk mengucapkan belasungkawa atas kepergianmu.
18 Maret 2008, 10 Rabiulawwal 1429 engkau ternyata telah dijemput oleh malaikat untuk melanjutkan perjalanan ke alam Basrah. Saya hanya bisa diam, merenung, apa salahku sehingga aku tidak bisa mengantarmu sebagaimana saya mengantar Ayah dan Ibuku sampai Malaikat Maut menjemputnya. Bacaan Alquran dan doa-doa selalu kupanjatkan kepada ayah dan ibu sehingga bahagia rasanya bisa mengantarkan mereka sebagaimana yang saya harapkan. Hanya Allah yang tahu mengapa saya tidak boleh mengantarmu…. Rahasia apa yang Allah berikan kepadaku…..
Sampai sekarang saya belum tahu jawabannya….
Saya hanya mendoakanmu, “ Ya Allah, ampunilah semua dosa-dosa abahku, Jauhkan dia dari siksa kuburMu dan kumpulkan dia dengan orang-orang yang Engkau muliakan disisiMu “, Amin ya Allah ya Rabbal Alamin.
Maafkan kami, Lia tidak jadi masuk Fakultas Kedokteran sebagaimana yang Abah ucapkan saat masih sakit. Lia senang dengan Jurusan yang dipilihnya saat ini.
Disamping adalah foto cucu pertama dan kedua di kuburan Abah, semoga berkenan.
Satu Tahun meninggalnya H. Thaha Bakri bin H.Achmad Bakrie